( Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H, LL.M. )
ASPEK HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
Pembahasan mengenai aspek hukum dan
hukum internasional di dalam kerangka pemikiran tentang hukum pidana
internasional sengaja ditempatkan tersendiri didalam karya tulisnya. Hal
ini di dasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
(1) Hukum pidana internasional
sebagai sub-disiplin miliki dua sumber hukum yaitu hokum yang berasal
dari hukum pidana nasional dan hukum internasional.
(2) Kedua sumber tersebut telah
membentuk kepribadian ganda ini tidak harus dipertantangkan, tetapi
justru harus harus saling mengisi dan melengkapi didalam menghadapi
masalah kejahatan internasional.
(3) Salah satu perwujudan nyata
dari suatu interaksi antara hukum nasional dan hukum internasional
terdapat pada lingkup pembahasan hokum pidana internasional dengan objek
studi tindak pidana yang bersifat transional internasional.
(4) Pembahasan aspek hukum pidana
nasional dan hukum internasional dalam lingkup hukum pidana
internasional akan memberikan landasan berpijak bagi analisis kritis di
dalam membahas konsepsi dan karaktereristik dari suatu tidak pidana
internasional.
Lahirnya bebrapa Konvensi internasional
yang menetapkan tindak pidana tertentu sebagai tindak pidana
internasional mengandung makna dimulainya perjuangan untuk menegakkan
hak dan kewajiban negara peserta konvensi atas isi ketentuan yang
dituangkan didalam konvensi internasional tersebut. Salah satu kewajiban
Negara peserta (sekalipun masih diperkenankan adanya reservation)
khususnya bagi Indonesia ialah memasukannya hasil konvensi dimaksud
kedalam lingkungan nasional dalam arti antara lain melaksanakan
ritifikasi terlabih dahulu atas hasil konvensi, sebelum di tuangkan
dalam bentuk suatu undang-undang ksususnya mengenai objek yang menjadi
pembahasan di dalam konvensi tersebut.
A. HUBUNGAN ATARA HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL
Didalam teori hukum
internasional, telah berkembang dua pandangan tentang hukum
internasional. Yaitu pandangan yang dinamakan voluntarisme, yang
mendasarkan berlakunya hukum internasional dan ada tidaknya hukum
internasioonal ini pada kemauan Negara (gemeinwille). Pandangan yang
kedua adalah pandangan objektivis yang menganggap ada dan berlakunya
hukum internasional ini dilepas dari kemauan Negara (mohctar
kusumaatmadja 1989;40)
Alasan diajukannya penganut aliran
dualisme bagi pandangan tersebut diatas, pada alasan formal atau pun
alasan yang didasarkan kenyataan. Diantaranya dikemukakan sebagai
berikut :
- Kedua perangkat hukum tersebut mempunyai sumber yang berlainan hukum nasional bersumber pada kemauan Negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat Negara.
- Kedua perangkat hukum itu berlainan subjeknya. Subjek hokum nasional adalah perorangan, baik hukum perdata maupun hukum publik, subjek hukum internasional adalah negara
- Sebagai tata hukum, hukum nasional dan hukum internasional menampakan pula perbedaan dalam strukturnya.
Pandangan aliran dualisme ini, Mochtar
kusumaatmajda (1989;41) telah mengemukakan komentar dan
pandangan-pandangannya sebagaiman diuraikan di bawah ini:
- Bahwa di dalam teori dualisme tidak ada tempat bagi persoalan hirarki atara hukum nasional dan internasional karena pada hakekatnya, kedua perangkat hukum tidak saja berlainan dan tidak tergantungsatu sama lainnya, tapi juga lepas antara satu dan yang lainnya.
- Sebagai konsekuensi logis dari keadaan sebagaiman digambarkan diatas, tidak akan mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum itu, yang mungkin hanya penunjukan saja.
- Bahwa ketentuan hukum internasional memerlukan tranformasi menjadi hukum nasional sebelum berlakunya dalam lingkunga hukum nasional.
Teori dualisme tidak terlepas dari
beberapa kelemahan sebagainman di ungkapkan oleh Mochtar Kusumaatmadja
(1989;41-42) sebagai berikut :
- Teori dasar aliran dualisme yang mengemukakan bahwa sumber gejala hukum baik hukum nasional maupun hukum internasional dadalah kemauan Negara sulit untuk diterima kerena hukum yang ada dan berlaku itu dibutuhkan oleh kehidupan manusia yang beradab.
- Kebenaran argumentasi aliran mengenai ini berlainan subjek hukum nasional dan internasional di bantah oleh kenyataan bahwa dalam suatu lingkungan hukum seperti hukum nasional, dapat saja subjek hukum itu berlainan, seperti adanya pembagian hukum perdata dan hukum publik.
- Argumentasi kaum dualis yang mengemukakan adanya perbedaan strukrural antara hukum nasional dan hukum internasional, ternyata perbedaan yang dikemukannya hanyalah perbedaan gradual dan tidak merupakan perbedaan yang hakiki atau asasi.
- Bahwa pemisahan mutlak antara hukum nasional dan internasional tidak dapat menerangkan dengan cara memuaskan kenyataan bahwa dalam prakteknya sering sekali hukum nasional itu tunduk pada atau sasuai dengan dengan hukum internasional.
Dilain pihak, paham monisme didasarkan
pemikiran kesatuan seluruh hukum yang mengatur hidup manusia. Dalam
rangka pemikiran ini hukum internasional dan hukum nasional merupakan
dua bagian dari satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur
kehidupan manusia. Akan tetapi dari pemikiran tersebut mengakibatkan
bahwa dalam dua perangkat ketentuan tersebut ada hubungan hierarki.
- Paham Monisme Dengan Primat Hukum Nasional
Paham ini mengemukakan bahwa dalam
hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional, yang utama
adalah hukum nasional, sedangkan paham monisme dalam primat hukum
internasional mengemukakan bahwa dalam hubungan antara hukum nasional
dan internasional yang utama adalah hukum internasional.
Menurut Mochtar
Kusumaatmadja(1989;43-44) mengemukakan bebrapa kelemaha paham monisme
dengan primat hokum nasional sebagai berikut :
- kelemahan yang mendasar yang cukup gawat bahwa paham ini terlalu memandang hukum itu sebagai hukum tertulis semata-mata sehingga hokum internasional dianggap bahwa hukum yang bersumberkan perjanjian internasional, suatu hal sebagaimana di ketahui tidak benar.
- pada hakekatnya, pendirian paham kaum monisme dengan primat hukum nasional ini merupakan penyangkalan terhadap adanya hukum internasional yang mengikat.
- Paham Monisme Dengan Primat Hukum Internasional
Menurut paham ini,
hukum nasional bersumber pada hukum internasional yang merupakan
perangkat ketentuan hukum yang hierarki lebih tinggi
Mochtar Kusumaatmadja (1989:44) pada
dasarnya menyetujui pandangan paham ini, namun demikian ia kurang setuju
prihal supermasi hukum intenasional yang di kaitkan dengan hirarki dan
pendelegasian wewenang.
Terhadap persoalan pandanga monisme dan
dualisme ini, Mochtar Kusumaatmadja (1989:45) mengemukan kesimpulan
bahwa kedua paham tersebut tidak mampu memberikan jawaban yang
memuaskan. Pada satu pihak, opandangan dualisme melihat hukum nasional
dan hukum internaiopnal sebagai dua perangkat ketentuan hukum yang sama
sekali terpisah tidaklah masuk akal karena pada hakikatnya pandangan
tersebut merupakan penyangkalan dari hukum internasional sebagai
perangkat hukum yang mengatur kehidupan antar Negara. Dipihak lain
pandangan monisme yang mengaitkan tunduknya Negara pada hukum
internasional dengan persoalan suatu hubungan suo-ordinasi dalam arti
structural juga kurang tepat karena memang tidak sesuai dengan
kenyataan.
B. PENGARUH TEORI MONISME DAN DUALISME TERHADAP PERKEMBANGAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
Sejak terbentuknya
Liga Bangsa-Bangsa tahun 1928 dan dilanjutkan kemudian dengan
pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945, masyarakat
internasional sudah sepakat bahwa teori-teori monisme dan dualisme sudah
tidak sejalan dengan perkembanghan masyarakat internasional sampai saat
ini.
Dominan teori monisme dengan primat
hukum nasional atas teori monisme dengan primat hukum internasional
delam praktik hukum internasonal, secara nyata tersirat dari mesalah
konflik yurisdiksi criminal antara dua Negara dalam kasus tindak pidana
narkotika lintas batas teritorial. Bahkan konflik yuridiksi criminal
sering muncul sebagai akibat memuncak dari adanya tindakan perluasan
yuridiksi criminal dari salah satu Negara yang merasa dirugikan oleh
tindakan para pelaku tindak pidana narkotika baik yang dilakukan oleh
individu maupun oleh kelompok atau organisasasi kejahatan internasional.
Berikut beberapa putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat yang berkaitan dengan perluasan yuridiksi kriminal :
Kasus United State v. Atuares Machain, 112 dS.Ct.21888 (5 Juni 1992).
Pada tahun 1985 seorang agen khusus Drug
Enforcement Agency atau DEA dari Amerika serikat, Enrigue
Camarena-Salazar telah diculik, dianiaya dan di bunuh oleh pemasok
narkotika di mexico. DEA telah sejak lama berusaha membawa pembunuh
agen ini ke Ameriak Serikat untuk mempertanggug jawabkannya perbuatanya
tersebut.
Pada tanggal 12 April 1990, Humberto
Alvares Machain, seorang dokter warga Negara mexico telah diculikdari
kentornya di Guadalajara, mexico oleh bebrapa orang bersenjata dan
diterbangkan dengan pesawat terbang pribadi ke Amerika Serikat.
Menyusul penculikan Alvares ini,
pemerintah mexico telah mengajukan nita protes melalui saluran
Diflomatik kepada Department Luar Negari Amerika Serikat.
Kasus United States v. Verdugo Urguidez, 110.S.Ct.1056 (tanggal 28 Febuari 1990)
Verdugo adlah warga
Negara mexico yang bertempat tinggal di Meksikali, Mexico. Verdugo
termasuk salah satu anggota gang narkotika yang dicari oleh pihak DEA
Amerika Serikat dan juga diduga kuat membanu pembunuhan yang telah
dilakukan terhadap agen DEA, Camarena-Salazar pada tahun 1985.
Kasus United States v.Biermann (678 F.Supp.1473) tanggal 9 Febuari 1988
Biemann adalah warga
nagara inggris dan pekerjaan terdakwa adalah operator pada kapal laut
tyang berbendera inggris dan terdaftar di inggris. Tertuduh dituntut di
muka pengadilan di distrik Utara California karena memiliki bebeapa ton
mariyuana dengan niat untuk mendistribusikannya
C. DOMINASI KEPENTINGAN NEGARA (NASIONAL) ATAS KEPENTINGAN INTERNASIONAL (KASUS NORIEGA)
Ketiga kasus tersebut diatas, ternyata memiliki perbedaan yang besar dengan kasus” penculikan “ atas jendral Noriega,
mantan Presiden Panama yang dituuh telah memasok heroin ke wilayah
Amerika Serikat, yang dilatarbelakangi acman perang oleh Pemerintah
Panama terhadap Amerika Serikat.
Dalam praktek Hukum intrnasional,
tidakan penculikan jenderal Noriega dari wilayah teritorial Panama
sebagai suatu Negara yang merdeka dan berdaulat merupakan contoh ekstrem
dan sekaaligus menunjukan pula betapa di dalam dominasi teori monisme
dengan primat hukum nasioal dapat ditapsirkan demikian rupa sehingga
dapa dipandang sebagai pelanggaran atas kedaulatan Negara lain.
Noriega dituntut oleh Grand Jury di
pengadilan Miami dan pengadilan Tampa, Negara bagian Florida dengan
tuduhan sebagai pendukung lalu lintas narkotika ilegal ke wilayah
Amerika Serikat. Pengadilan Miami dan tanpa menerapkan asas perlindungan
dan doctrine. Doktrin ini berasal dari kasus Alcoa (1945) dimana Hakim
ditugaskan menangani kasus tersebut.
Kasus Noniega tersebut diatas, telah
menggungkapkan dengan jelas bahwa lalu lintas perdagangan narkotik
illegal pada dewasa ini sudah berkonotasi Politik dalam arti betapa
kuatnya pengaruh tindak pidana internasional dalam masalah narotika
terhadap hubungan diplomatik antara ngara-negara yang terlibat.
Penasihat Hukum Departemen Kehakiman Amerika Serikat memiliki pendekatan yang berbeda, yaitu mengemukakan :
- Firs : (sekalipun kongres dan presiden memiliki kekuasaan untuk tidak memperhatikan hukum internasional, pengadilan dapat bertahan pada pendiriannya bahwa ia melakukan tanpa ragu-ragu dan dengan bebas).
- Second : (integritas teritorial adalah tonggak dari hukum internasional, tindakan penculikan (dengan paksaan) dari suatu negara asing nyata-nyata melanggar prinsip ini).
- Third : (akibat menentukan dari prinsi integritas teritorial pada penegak hukum di diperlemah oleh kesediaan suatu Negara untuk memberikan izin aparatur penegak hukum di negara lain untuk melakukan kegiatanya diwilayah Negara tersebut. Tidak ada formalitas atau publisitas khusus yang dipersyaratkan untuk memperoleh izin agar legal menjadi efektif, sekalipun izin khusus adalah efisian jika di berikan pihak yang berwenang. Untuk tujuan politis, suatu Negara dapat memutuskan untuk menolak kenyataan bahwa ia telah memberikan izin utuk kegiatan oprasi tersebut ,,, Dalam kasus-kasus lain, suatu Negara bekerja sama dengan cara menempatkan seorang pelaku yang di cari diatas sebuah kapal terbang atau kapal laut dimana Amerika Serikat memiliki yurisdiksi diatasnya).
- Fourth : (prinsip integritas teritorial tidak memberikan kewenangan pembedaan dalam hukum internasional. Setiap negara memiliki hak untuk membela dirinya. Kita harus mengijinkan manipulasi hukum sehingga dunia bebas menjadi tidak efektif dalam hubungan dengan mereka yang telah melanggar undang-undang).
Perkembangan praktik hukum internasional
sebagaimana telah uraikan diatas menunjukan bahwa teori monisme dengan
primat hukum nasional dalam praktik telah menimbulkan akibat yang tidak
kecil dan merugikan kepentingan Negara-negara Selatan jika dibandingkan
kepentingan negar-negar Utara, khususnya Amerika Serikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar