Hukum Pajak
1 Definisi Hukum Pajak
Definisi hukum pajak
banyak dikemukan oleh beberapa ahli. Diantaranya adalah:
1 Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan antara pemerintah sebagai pemunggut pajak dan rakatnya
sebagai pembayar pajak. (Erly Suandi:2002)
2 Hukum pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang
meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui ka negara ,
sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur
hubungan-hubungan hukummantar negara dan orang-orang atau badan-badan
(hukum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak) (Santoso
Brotodiharjo:2003).
3 Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat
sebagai pembayar pajak. (Bohari:2003,)
Didalam hukum pajak diatur
mengenai beberapa hal diantaranya adalah: siapa-siapa yang menjadi
subjek pajak dan wajib pajak, objek-objek apa saja yang menjadi objek
pajak, kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah, timbul dan hapusnya
hutang pajak, cara penagihan pajak, cara mengajukan banding.
2 Fungsi Hukum Pajak
Fungsi hukum pajak adalah
mengatur bagaimana pemindahan harta dari masyarakat sebagai individu
(yang disebut wajib pajak) kepada publik melalui kas negara agar
dapat berjalan dengan baik, teratur, tertib dan adil serta tidak
menimbulkan kesewenang-wenganan dari pelaksana hukum sehingga fungsi
budgetair dari pemungutan pajak dapat terlaksana dengan baik dan
adil. (Djoned Gunadi: 2003, 32)
3 Tujuan Hukum Pajak
Tujuan hukum pajak pada
dasarnya adalah merupakan bagian dari tujuan hukum pada umumnya yang
sangat luas dan dapat berbeda pendapat antara seorang ahli dengan
seorang ahli yang lain. Pada umumnya tujuan hukum adalah meliputi
timbulnya ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat, kefaedahan atau
manfaat dari adanya hukum, kepastian di dalam pelaksanaannya,
keadilan umum dan kepastian hukum.
4 Sistematika Hukum Pajak
Hukum pajak dapat dibagi
menjadi dua, yaitu hukum pajak materiil dan hukum pajak formal.
4.1 Hukum Pajak Materiil
Hukum pajak materiil
adalah norma-norma yang menjelaskan keadaan, perbuatan, dan peristiwa
hukum yang harus dikenakan pajak, siapa yang harus dikenakan pajak,
dan berapa besar pajaknya. Dengan kata lain hukum pajak materiil
mengatur tentang timbulnya, besarnya, terhapusnya utang pajak beserta
hubungan hukum antara pemerintah dengan Wajib Pajak. Contoh dari
hukum pajak materiil adalah peraturan yang memuat tentang kenaikan
denda, sanksi atau hukuman, dan cara-cara pembebasan dan pengembalian
pajak, serta ketentuan yang memberi hak tagihan utama kepada
fiskus.(Siti Resmi:2008)
Apabila dalam
undang-undang pajak khusus memuat hal-hal yang bertentangan dengan
hukum formal, maka hal ini harus diatur kembali dalam undang-undang
pajak yang bersangkutan. Undang-undang yang memuat hukum pajak
material dan formal yaitu;
a.
Undang-undang No.12
Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No.12
tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
b.
Undang-undang No.18
Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No.34
Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(PDRD).
c.
Undang-undang No.21
Tahun1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No.20
Tahun 2000 tentang Bea perolehan atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB).
Pengaturan
hukum pajak material dan formal ini mengalami perubahan semenjak
adanya Pembaharuan Perpajakan Nasional (tax reform), dimana
sebelumnya pengaturan antara Hukum Pajak Material dan Formal
dijadikan satu. Hal itu dapat dilihat dalam Ordonansi Pajak
Pendapatan (PPd.) 1944, Ordonansi Pajak Perseroan (PPs.) 1925.
Setelah adanya Pembaharuan Perpajakan Nasional tahun 1983, maka hanya
ada satu Hukum Pajak Fornal yang digunakan untuk serangkaian Hukum
Pajak Material. Pengaturan dengan cara lama mempunayai kelebihan
lebih memungkinkan bagi ketentuan Hukum Pajak Formal untuk
menyesuaikan dengan karakteristik dari Hukum Pajak Materialnya,
dikarenakan yang dilayani oleh Hukum Pajak Formal Hanya satu. Adapun
kelemahannya terutama bagi wajib pajak karena akan mempersulit dalam
mempelajari dan memahami ketentuan pajak yang bgitu banyak dan
beragam. Sedangkan pengaturan seperti yang ada sekarang ini mempunyai
kelebihan yakni lebih sederhana dan memudahkan untuk dipelajari dan
dipahami, tetapi kelemahannya sulit untuk menyesuaikan dengan
ketentuan Hkum Pajak Material yang banyak dan memiliki karakteristik
yang beragam, sehingga ketentuan Hukum Pajak Formal itu bersifat
ketentuan umum dimana dalam undang-undang pajak material juga
disisipkan ketentuan Hukum Pajak Formal tertentu yang merupakan
ketentuan khusus. Misal undang-undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan
dan undang-undang tentang Bea Materai.
4.2 Hukum Pajak Formal
Hukum pajak formal memuat
ketentuan-ketentuan yang mendukung ketentuan hukum pajak material,
yang diperlukan untuk melaksanakan/ merealisasikan ketentuan hukum
material. Hukum pajak formil dimaksudkan untuk memberi perlindungan
pada fiskus dan Wajib Pajak, serta memberi jaminan bahwa hukum pajak
materiilnya dapat dilaksanakan sesegera mungkin. Hal-hal yang
digolongkan dalam ketentuan hukum formal yang diatur Undang-undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan antara lain mengatur
mengenai:
1 Surat pemberitahuan (baik masa maupun tahunan),
2 Surat Setoran Pajak,
3 Surat ketetapan pajak (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Nihil )
4 Surat Tagihan,
5 Pembukuan dan pemeriksaan,
6 Penyidikan,
7 Surat Paksa,
8 Keberatan dan Banding,
9 Sanksi administratif, sanksi pidana, dll.
Hal-hal yang digolongkan
dalam ketentuan hukum formal yang diatur dalam Undang-undang Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak yang telah diubah dengan Badan Peradilan
Pajak antara lain mengatur mengenai:
1 Sengketa Pajak
2 Banding dan Gugatan
3 Susunan Badan Peradilan Pajak
4 Hukum Acara
5 Pembuktian
6 Pelaksanaan putusan, dll.
Hal-hal yang digolongkan
dalam ketentuan hukum formal yang diatur dalam Undang-undang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa antara lain mengatur mengenai:
(Erly Suandy:2002)
1 Penagihan pajak
2 Juru sita pajak
3 Penagihan seketika dan sekaligus
4 Surat paksa
5 Penyitaany
6 Lelang
7 Pencegahan dan penyanderaan
8 Gugatan,dll
5.
Kedudukan Hukum Pajak dalam Tatanan Hukum Nasional
Kedudukan dan hubungan
hukum pajak dalam tatanan hukum nasional dapat dijelaskan dalam bagan
1 berikut:
Dalam bagan tersebut
dijelaskan bahwa hukum dibagi menjadi 2 yaitu hukum perdata dan hukum
publik. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara
orang pribadi yang satu dengan yang lain. Sedangkan hukum publik
adalah hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan rakyatnya.
Menurut R. Santoso Brotodiharjo yang termasuk hukum publik adalah
hukum tata negara, hukum administrasi (tata usaha), hukum pajak, dan
hukum pidana. Meskipun demikian tidak berarti hukum pajak dapat
berdiri sendiri terlepas dari hukum pajak lainnya (Seperti hukum
pidana dan hukum perdata). Oleh karena itu berikut ini akan disajikan
hubungan hukum pajak dengan hukum pidana dan hukum perdata.
5.1. Hubungan Hukum Pajak
dengan Hukum Perdata
Hukum perdata adalah
bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antara
orang-orang pribadi, dengan hukum pajak banyak sekali sangkut
pautnya. Hal ini karena dalam relasinya hukum pajak banyak mencari
dasar kemungkinan pemunggutannya atas kejadian-kejadian dan perbuatan
hukum yang bergerak dalam bidang perdata, seperti pendapatan,
kekayaan, perjanjian penyerahan, pemindahan hak karena warisan, dan
sebagainya. Sebaliknya pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata
besar pula sebagai akibat dari ketentuan bahwa lex specialis
derogate lex generalis, yang berarti dalam suatu penafsiran
tentang suatu kejadian pertama-tama akan didahulukan peraturan
khusus, kemudian baru melihat peraturan yang umum.
5.2 Hubungan Hukum Pajak
dengan Hukum Pidana
Hukum pidana yang
merupakan bagian dari hukum publik yang merupakan hubungan yang
terjadi antara masyarakat dengan pemerintah, yang berkaitan dengan
masalah tindak pidana. Contoh termudah menyebutkan adanya sanksi
pidana terhadap wajib pajak yang melanggar ketentuan di bidang
perpajakan. Misalnya terhadap wajib pajak yang memindahtangankan atau
merusak barang yang telah disita karena tidak melunasi utang pajaknya
akan diancam pasal 23 KUH Pidana.
Hukum Pajak yang merupakan
bagian dari hukum publik, khususnya termasuk lingkungan Hukum
administrasi (negara). Hukum Administrasi adalah Hukum yang mengatur
mengenai Pemerintah beserta aparaturnya yang terpenting yakni
Administrasi Negara
Perlawanan
terhadap pajak
Perlawanan tehadap pajak
adalah hambatan-hambatan yang ada atau terjadi dalam upaya pemungutan
pajak. Perlawanan pajak dibedakan menjadi dua bagian:
1. Perlawanan
Pasif
Hal
ini berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat di negara
bersangkutan. Pada umumnya masyarakat tidak melakukan suatu upaya
yang sistematis dalam rangka menghambat penerimaan negara, tetapi
lebih dikarenakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat.
Contoh:
kebiasaan masyarakat desa`yang menyimpan uang dirumah atau dibelikan
emas bukanlah menghindari Pajak Penghasilan dari bunga tetapi karena
belum terbiasa dengan perbankan.
Perlawanan
pasif dapat disebabkan antar lain:
a. Perkembangan
intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem
perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat.
c. Sistem
kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan
Aktif
Hal
ini merupakan serangkaian usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk
tidak membayar pajak atau mengurangi jumlah pajak yang seharusnya
dibayar.
Perlawanan
ini dibagi menjadi:
a. Penghindaran
Pajak (Tax Avoidance)
Adalah
suatu usaha pengurangan secara legal yang dilakukan dengan cara
memanfaatkan ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan secara optimal,
seperti pengecualian dan pemotongan-pemotongan yang diperkenankan
maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dan kelemahan-kelemahan
yang ada dalam peraturan perpajakan yang berlaku.
b. Penggelapan
Pajak (Tax Evasion)
Adalah
pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar peraturan
perpajakan, seperti memberikan data-data palsu atau menyembunyikan
data. Dengan demikian dapat dikenai sanksi pidana.
c. Melalaikan
Pajak
Hal
ini dilakukan dengan tidak memenuhi kewajiban-kewajiban formal yang
menjadi tanggung jawab Wajib Pajak. Wajib Pajak yang diserahi
tanggung jawab untuk secara aktif mengambil dan mengisi Surat
Pemberitahuan (SPT) berkait dengan penerapan sistem self assesment,
tidak melakukan kewajiban tersebut sehinggan pajak menjadi tidak
dapat dipungut sebagaiman mestinya. Hal itu dapat juga terjadi dengan
tidak dibayarnya pajak yang terutang.
Perlawanan tehadap pajak
adalah hambatan-hambatan yang ada atau terjadi dalam upaya pemungutan
pajak. Perlawanan pajak dibedakan menjadi dua bagian:
3. Perlawanan
Pasif
Hal
ini berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat di negara
bersangkutan. Pada umumnya masyarakat tidak melakukan suatu upaya
yang sistematis dalam rangka menghambat penerimaan negara, tetapi
lebih dikarenakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat.
Contoh:
kebiasaan masyarakat desa`yang menyimpan uang dirumah atau dibelikan
emas bukanlah menghindari Pajak Penghasilan dari bunga tetapi karena
belum terbiasa dengan perbankan.
Perlawanan
pasif dapat disebabkan antar lain:
d. Perkembangan
intelektual dan moral masyarakat.
e. Sistem
perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat.
f. Sistem
kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
4. Perlawanan
Aktif
Hal
ini merupakan serangkaian usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk
tidak membayar pajak atau mengurangi jumlah pajak yang seharusnya
dibayar.
Perlawanan
ini dibagi menjadi:
d. Penghindaran
Pajak (Tax Avoidance)
Adalah
suatu usaha pengurangan secara legal yang dilakukan dengan cara
memanfaatkan ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan secara optimal,
seperti pengecualian dan pemotongan-pemotongan yang diperkenankan
maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dan kelemahan-kelemahan
yang ada dalam peraturan perpajakan yang berlaku.
e. Penggelapan
Pajak (Tax Evasion)
Adalah
pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar peraturan
perpajakan, seperti memberikan data-data palsu atau menyembunyikan
data. Dengan demikian dapat dikenai sanksi pidana.
f. Melalaikan
Pajak
Hal
ini dilakukan dengan tidak memenuhi kewajiban-kewajiban formal yang
menjadi tanggung jawab Wajib Pajak. Wajib Pajak yang diserahi
tanggung jawab untuk secara aktif mengambil dan mengisi Surat
Pemberitahuan (SPT) berkait dengan penerapan sistem self assesment,
tidak melakukan kewajiban tersebut sehinggan pajak menjadi tidak
dapat dipungut sebagaiman mestinya. Hal itu dapat juga terjadi dengan
tidak dibayarnya pajak yang terutang.
Kewajiban
adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan atau keharusan
melaksanakannya.Kita sebagai masyarakat yang tinggal disuatu negara
mempunyai kewajiban sebagai warga negara.Berikut ini adalah kewajiban
sebagai warga negara:
1. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta
dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari
serangan musuh.
Terdapat pada Pasal 30 (1) UUD 1945 menyatakan keewajiban dan hak
setiap warga negara untuk ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan
ayat (2) menyatakan bahwa pengaturannya lebih lanjut dilakukan dengan
undang-undang. Undang-undang yang dimaksudkan adalah UU No. 20 tahun
1982.
2. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang
telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda).
Walaupun sudah banyak berita tentang pegawai pajak yang
korupsi,kita tetap mempunyai kewajiban membayar pajak untuk membangun
infrastruktur di negara ini.
3. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi
dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta
dijalankan dengan sebaik-baiknya.
4. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh
terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara indonesia.
Kita wajib taat kepada hukum yang berlaku agar penegakan hukum di
negeri ini dapat berjalan dengan lancar.
5. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk
membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah
yang lebih baik.
Sebagai warga negara yang baik,kita wajib membantu pemerintah
untuk membangun negeri ini agar negeri ini menjadi lebih baik dar
senelumnya.
PENDAHULUAN
Tujuan
daripada hukum pajak adalah mengabdi kepada keadilan,dalam hal ini
sesuai dengan tujuan pemungutan pajak pada umumnya.Asas keadilan ini
harus dipegang teguh, baik dalam prinsip mengenai
perundang-undangannya, maupun dalam prakteknya sehari-hari.
Hal
ini merupakan sendi pokok yang harus diperhatikan oleh negara dalam
melakukan pemungutan pajak.[1]
Keadilan adalah sesuatu yang sangat relatif , yang dulu dianggap adil
sekarang tidak, demikian halnya ataupun sebaliknya.
Mencari
keadilan dalam masalah pemungutan pajak timbullah berbagai pendapat
dan teori,sebagai hasil pemikiran sarjana-sarjana barat, untuk
membenarkan serta memberikan dasar hukum pada pemungutan pajak dan
meyakinkan bahwa pemungutan pajak itu adalah “ halal” , jangan
dipandang sebagai suatu rampasan yang sewenang-wenang.[2]
Akan tetapi problematika dikalangan para sarjana mempertanyakan ,
atas dasar apakah negara dibenarkan memungut pajak dari rakyat?
Maka dalam hal
ini, kami akan sedikit menguraikan tentang teori-teori yang diberikan
atas dasar pembenaran (Justification), yakni hak dari negara
untuk memungut pajak dari rakyatnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
·
Teori Asuransi
·
Teori Kepentingan
·
Teori Daya Pikul
·
Teori Kewajiban Mutlak
·
Teori Daya Beli
·
Teori Kedaulatan Negara
·
Teori Perjanjian
C.
PEMBAHASAN
1.Teori
Asuransi
Asuransi
sebagai salah satu teori pemungutan pajak , suatu negara dalam
melaksanakan tugasnya, mencakup pula tugasnya untuk melindungi jiwa
raga dan harta benda perindividu.Oleh karena itu , negara diibaratkan
dengan perusahaan asuransi.Maka keselamatan dan keamanan jiwanya
dilindungi oleh negara.[3]Dalam
asuransi yang wajib dibayarkan adalah premi,sedangkan dalam suatu
negara yang wajib dibayarkan oleh masing – masing individu adalah
pajak.Teori asuransi ini sebagai teori pemungutan pajak sudah tidak
lagi digunakan, apabila premi diartikan sama dengan pajak.
kurang tepat, karena premi dalam teori ini seharusnya sama dengan
retribusi yang kontra-prestasinya dapat dirasakan secara langsung
oleh pemberi premi.Sedangkan pajak,konra-prestasinya tidak dapat
dirasakan secara langsung,sebagaimana pengertian dari pajak sendiri.
2.Teori
Kepentingan
Menurut
Teori ini, pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan individu, yang
diperoleh dari pekerjaan negara.[4]Semakin
banyak individu mengeyam atau menikmati jasa dari pekerjaan
pemerintah , makin besar pula pajaknya.Walaupun teori ini masih
berlaku pada retribusi,akan tetapi sulit untuk dipertahankan,karena
seseorang yang miskin dan pengangguran yang banyak memperoleh bantuan
dari pemerintah dan menikmati banyak sekali jasa dari pekerjaan
negara ,justru mereka malah enggan membayar pajak.
3.Teori
Daya Pikul
Teori
ini mengemukakan bahwa semua orang dalam pembebanan pajak harus sama
beratnya, artinya pajak harus dibayarkan sesuai dengan daya pikul
masing – masing individu.
Definisi dari daya pikul berbeda – beda, akan tetapi substansinya
sama,menurut Prof.W.J de langen yaitubesarnya kekuatan seseorang
untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi- tingginya,setelah
dikurangi dengan yang mutlak kebutuhan primer ( biaya hidup yan
sangat mendasar ).
Menurut
Mr.A.J. Cohan Stuat adalah daya pikul itu diumpakan sebuah jembatan,
yang
pertama–tama harus dapat memikul bobotnya sendiri sebelum dicoba
untuk dibebani dengan beban yang lain.
Dalam
hal ini,
untuk
mengukur daya pikul digunakan dua pendekatan yaitu :[5]
Ø Unsur
obyektif, yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan
yang dimiliki oleh seseorang.
Ø
Unsur subyektif, yaitu dengan memperhatikan besarnya kebutuhan
materiil yang harus dipenuhi.
4.
Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti
Teori
ini didasari paham organisasi Negara ( organische staatsleer ) yang
mengajarkan bahwa Negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk
menyelenggarakan kepentingan umum. Negara harus mengambil tindakan
atau keputusan yang diperlukan termasuk keputusan dibidang
pajak.Menurut sifat ini maka Negara mempunyai hak mutlak untuk
memungut pajakdan rakyat harus membayar pajak sebagai tanda baktinya.
5.
Teori Daya Beli
Teori ini
menekankan bahwa pembayaran pajak yang dilakukan kepada Negara.yang
dimaksudkan untuk memelihara masyarakat pada negara
yang bersangkutan. Menurut Wirawan B.Ilyas dan
Richard Burton, teori ini memiliki sifat yang
universal dan berlaku diseluruh dunia. Karena
memungut pajak berarti menarik daya beli rumah tangga masyarakat
untuk negara. Dengan kata lain,
kemaslahatan suatu masyarakat akan tetap terjamin dengan
adanya pembayaran pajak berdasarkan teori gaya beli ini.
6.
Teori Kedaulatan Negara
Teori ini juga
sebagai reaksi dari kedaulatan rakyat, tetapi melangsungkan teori
kedaulatan raja dalam suasana kedaulatan rakyat. Menurut
paham ini, negaralah sumber dalam negara. Dari itu negara (dalam arti
government=pemerintah)
dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap life, liberty dan
property dari warganya. Warga negara bersama-sama hak miliknya
tersebut, dapat dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara. Mereka
taat kepada hukum tidak karena suatu perjanjian tapi karena itu
adalah kehendak negara.
Hal ini
terutama diajarkan oleh madzhab Deutsche Publizisten Schule, yang
memberikan konstruksi pada kekuasaan raja Jerman yang mutlak, pada
suasana teori kedaulatan rakyat. Kuatnya kedudukan raja karena
mendapat dukungan yang besar dari 3 golongan yaitu:
1. Armee
(angkatan perang).
2. Junkertum
(golongan idustrialis).
3. Golongan
Birokrasi ( staf pegawai negara).
Sehingga
praktis rakyat tidak mempunyai kewenangan apa-apa dan tidak memiliki
kedaulatan. Oleh karena itu menurut sarjana-sarjana D.P.S kedaulatan
bulat pada rakyat. Tetapi wewenang tertinggi tersebut berada pada
negara. Sebenarnya negara hanyalah alat, bukan yang memiliki
kedaulatan. Jadi ajaran kedaulatan negara ini adalah penjelamaan baru
dari kedaulatan raja. Karena pelaksanaan kedaulatan adalah negara,
dan negara adalah abstrak maka kedaulatan ada pada raja.
7. Teori
Perjanjian
Perjanjian
adalah peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Melalui
perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan
hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat perjanjian.
Dengan kata lain, para pihak terkait untuk mematuhi perjanjian yang
telah mereka buat tersebut. Dalam hal ini fungsi perjanjian sama
dengan perundang-undangan, tetapi hanya berlaku khusus untuk para
pembuatnya saja. Secara hukum, perjanjian dapat dipaksakan berlaku
melalui pengadilan. Hukum memberikan sanksi pelaku pelanggaran
perjanjian atau ingkar janji (wanprestasi).
D.
PENUTUP
Demikainlah
yang dapat kami sampaikan. Sebagai manusia biasa pasti dari yang
telah kami sampaikan masih banyak kekurangan dan banyak kesalahan
yang belum kami ketahui. Karena itu kami berharap kepada teman-teman
sekalian agar dapat membantu kami untuk perbaikan makalah-makalah
kami yang selanjutnya, karena dari hal yang kecil lama kelamaan akan
menjadi sesuatu yang besar.
Semoga makalah
ini dapat sedikit menambah pengetahuan kita dan bermanfaat bagi
kehidupan kita, saat ini, esok, dan seterusnya. Amin...