Pakar Hukum Islam Universitas Gadjah Mada, Abdul Gofur, melihat putusan
Mahkamah Konstitusi atas uji materi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan memiliki perspektif perlindungan anak. Namun Gofur
melihat, putusan ini juga bisa mengafirmasi kemerosotan moral.
"Bisa
disalahgunakan untuk mengafirmasi ada kemerosotan moral karena banyak
anak yang dilahirkan di luar pernikahan," kata Gofur saat dihubungi
VIVAnews, Jumat 17 Februari 2012.
Namun, Gofur melihat MK
memutuskan seperti bukan untuk tujuan membenarkan kemerosotan itu,
melainkan untuk melindungi hak anak-anak di luar pernikahan. "Anak-anak
itu dilahirkan tanpa dosa," kata Gofur.
Dengan adanya hak
mencantumkan nama ayah dalam akta kelahiran, anak-anak itu akan
mendapatkan hak yang lebih dari sekadar yang diatur sebelumnya.
Sebelumnya, Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan mengatur “Anak yang dilahirkan
di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan
keluarga ibunya."
Kemudian putusan MK pada Jumat 17 Februari ini
mengatur, pemaknaan pasal itu diperluas menjadi "Anak yang dilahirkan di
luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain
menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan
keluarga ayahnya."
Gofur menjelaskan, sebelum ada putusan MK
ini, sebenarnya sudah ada pedoman dibuat Mahkamah Agung dan
yurisprudensi putusan pengadilan agama. Anak-anak luar nikah bisa
mendapatkan pengakuan dari ayah dan ibu kandungnya melalui mekanisme
istilaq atau deklarasi pengakuan anak.
Juga, Kompilasi Hukum
Islam (KHI), menurut Gofur, juga mengatur mekanisme pernikahan saat
hamil. "Jika ada orang telah hamil dan ada laki-laki bertanggung jawab
menikahinya saat itu, maka tak perlu menikah ulang setelah melahirkan,"
kata Gofur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar