Selasa, 16 Oktober 2012

Kehidupan Kaum Yahudi Di Eropa Sebelum Holocaust


Ketika Nazi naik ke tampuk kekuasaan di Jerman pada tahun 1933, kaum Yahudi bermukim di tiap negara di Eropa. Total sekitar sembilan juta orang Yahudi bermukim di negara-negara yang akan diduduki Jerman selama Perang Dunia II. Pada akhir perang, dua dari setiap tiga orang Yahudi tersebut tewas, dan kehidupan kaum Yahudi Eropa berubah untuk selamanya.

Pada tahun 1933 komunitas terbesar Yahudi terkonsentrasi di timur Eropa, termasuk Polandia, Uni Soviet, Hungaria, dan Rumania. Banyak kaum Yahudi di timur Eropa bermukim di kota atau desa yang sebagian besar dihuni oleh orang Yahudi, yang disebut shtetl. Kaum Yahudi di timur Eropa menjalani kehidupan secara terpisah sebagai kaum minoritas di dalam budaya kaum mayoritas. Mereka berbicara dalam bahasa mereka sendiri, Yiddish, yang menggabungkan unsur-unsur dari bahasa Jerman dan Ibrani. Mereka membaca buku-buku berbahasa Yiddish, dan mendatangi teater dan bioskop yang memutar film berbahasa Yiddish. Kendati banyak kaum muda Yahudi di kota-kota besar yang mulai mengadopsi gaya hidup dan berpakaian modern, generasi tua kerap berpakaian tradisional; laki-laki mengenakan topi atau peci, dan perempuan menutupi rambut mereka dengan rambut palsu atau kain kepala.

Sebaliknya, di barat Eropa -- Jerman, Prancis, Italia, Belanda, dan Belgia -- proporsi kaum Yahudi dalam masyarakat jauh lebih kecil dan mereka cenderung mengadopsi budaya tetangga non-Yahudi mereka. Mereka berpakaian dan berbicara seperti kompatriot mereka, sedangkan praktik-praktik keagamaan tradisional dan budaya Yiddish memainkan peran yang kurang begitu penting dalam kehidupan mereka. Mereka cenderung lebih mengecap pendidikan formal daripada kaum Yahudi di timur Eropa dan bermukim di kota-kota besar maupun kecil.

Kaum Yahudi bisa dijumpai di segala lapisan masyarakat, baik sebagai petani, penjahit, buruh pabrik, akuntan, dokter, guru, dan pemilik usaha kecil. Beberapa di antaranya merupakan keluarga kaya; namun lebih banyak lagi yang miskin. Banyak anak yang berhenti sekolah lebih awal agar dapat bekerja dalam bidang kerajinan atau berdagang; namun, ada juga yang ingin melanjutkan pendidikan sampai ke tingkat perguruan tinggi. Meskipun demikian, apa pun perbedaan mereka, mereka semuanya sama dalam satu hal: selama tahun 1930-an, dengan naiknya Nazi ke tampuk kekuasaan di Jerman, mereka semua berpotensi menjadi korban, dan hidup mereka berubah untuk selamanya.
Tanggal-tanggal Penting

SEPTEMBER 1791
WARGA YAHUDI PRANCIS DIEMANSIPASI
Istilah "emansipasi kaum Yahudi" berarti pencabutan seluruh diskriminasi hukum terhadap kaum Yahudi dan pemberian hak-hak yang setara dengan warga lainnya di dalam suatu negara. Pada bulan September 1791, Majelis Nasional Prancis memberikan hak kewarganegaraan kepada orang Yahudi yang mengikrarkan sumpah setia. Prancis berada pada barisan depan pergerakan emansipasi. Sebagai contoh, kaum Yahudi baru di kemudian hari diakui kesamaan haknya di Yunani (1830), Inggris Raya (1858), Italia (1870), Jerman (1871), dan Norwegia (1891). Meskipun dengan begitu kesetaraan sipil kaum Yahudi dijamin oleh hukum, kaum Yahudi Eropa tetap dirundung oleh antisemitisme dan diskriminasi sosial.

24 JUNI 1922
POLITIKUS YAHUDI DIBUNUH DI JERMAN
Walter Rathenau, salah seorang tokoh politik Yahudi ternama Republik Weimar, dibunuh oleh kaum radikal sayap kanan. Rathenau, Presiden General Electric Corporation Jerman (AEG) sejak tahun 1915, menjadi perdana menteri Republik Weimar pada 1922. Sebagai seorang Yahudi, ia dibenci oleh kelompok-kelompok sayap kanan terutama karena kebijakannya yang mengupayakan pelaksanaan ketentuan-ketentuan Perjanjian Versailles dan normalisasi hubungan dengan Uni Soviet yang dilakukannya. Pembunuhannya menjadi indikasi atas kampanye antisemitisme sayap kanan yang menyalahkan kaum Yahudi atas kekalahan Jerman di Perang Dunia I.

9 MARET 1936
POGROM DI PRZYTYK, POLANDIA
Aksi-aksi kekerasan meletus di Polandia. Tiga orang Yahudi tewas dibunuh dan lebih dari enam puluh lainnya menderita luka-luka di kota Przytyk, Polandia. Dalam hitungan hari sejak penyerangan tersebut, pogrom pun menyebar ke kota-kota sekitarnya. Ketika pogrom berakhir, hampir 80 orang Yahudi tewas dibunuh dan lebih dari 200 lainnya menderita luka-luka. Aksi kekerasan terhadap kaum Yahudi meluas di seluruh wilayah Polandia tengah antara tahun 1935 dan 1937. Pogrom anti-Yahudi berlangsung, misalnya, di Czestochowa, Lublin, Bialystok, dan Grodno.


Sumber: Kehidupan Kaum Yahudi Di Eropa Sebelum Holocaust

Senin, 15 Oktober 2012

Hukum Pajak

1 Definisi Hukum Pajak
Definisi hukum pajak banyak dikemukan oleh beberapa ahli. Diantaranya adalah:
1 Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemunggut pajak dan rakatnya sebagai pembayar pajak. (Erly Suandi:2002)
2 Hukum pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui ka negara , sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukummantar negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak) (Santoso Brotodiharjo:2003).
3 Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai pembayar pajak. (Bohari:2003,)
Didalam hukum pajak diatur mengenai beberapa hal diantaranya adalah: siapa-siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajak, objek-objek apa saja yang menjadi objek pajak, kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah, timbul dan hapusnya hutang pajak, cara penagihan pajak, cara mengajukan banding.
2 Fungsi Hukum Pajak
Fungsi hukum pajak adalah mengatur bagaimana pemindahan harta dari masyarakat sebagai individu (yang disebut wajib pajak) kepada publik melalui kas negara agar dapat berjalan dengan baik, teratur, tertib dan adil serta tidak menimbulkan kesewenang-wenganan dari pelaksana hukum sehingga fungsi budgetair dari pemungutan pajak dapat terlaksana dengan baik dan adil. (Djoned Gunadi: 2003, 32)
3 Tujuan Hukum Pajak
Tujuan hukum pajak pada dasarnya adalah merupakan bagian dari tujuan hukum pada umumnya yang sangat luas dan dapat berbeda pendapat antara seorang ahli dengan seorang ahli yang lain. Pada umumnya tujuan hukum adalah meliputi timbulnya ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat, kefaedahan atau manfaat dari adanya hukum, kepastian di dalam pelaksanaannya, keadilan umum dan kepastian hukum.
4 Sistematika Hukum Pajak
Hukum pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum pajak materiil dan hukum pajak formal.
4.1 Hukum Pajak Materiil
Hukum pajak materiil adalah norma-norma yang menjelaskan keadaan, perbuatan, dan peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa yang harus dikenakan pajak, dan berapa besar pajaknya. Dengan kata lain hukum pajak materiil mengatur tentang timbulnya, besarnya, terhapusnya utang pajak beserta hubungan hukum antara pemerintah dengan Wajib Pajak. Contoh dari hukum pajak materiil adalah peraturan yang memuat tentang kenaikan denda, sanksi atau hukuman, dan cara-cara pembebasan dan pengembalian pajak, serta ketentuan yang memberi hak tagihan utama kepada fiskus.(Siti Resmi:2008)
Apabila dalam undang-undang pajak khusus memuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum formal, maka hal ini harus diatur kembali dalam undang-undang pajak yang bersangkutan. Undang-undang yang memuat hukum pajak material dan formal yaitu;
a. Undang-undang No.12 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No.12 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
b. Undang-undang No.18 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
c. Undang-undang No.21 Tahun1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No.20 Tahun 2000 tentang Bea perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Pengaturan hukum pajak material dan formal ini mengalami perubahan semenjak adanya Pembaharuan Perpajakan Nasional (tax reform), dimana sebelumnya pengaturan antara Hukum Pajak Material dan Formal dijadikan satu. Hal itu dapat dilihat dalam Ordonansi Pajak Pendapatan (PPd.) 1944, Ordonansi Pajak Perseroan (PPs.) 1925. Setelah adanya Pembaharuan Perpajakan Nasional tahun 1983, maka hanya ada satu Hukum Pajak Fornal yang digunakan untuk serangkaian Hukum Pajak Material. Pengaturan dengan cara lama mempunayai kelebihan lebih memungkinkan bagi ketentuan Hukum Pajak Formal untuk menyesuaikan dengan karakteristik dari Hukum Pajak Materialnya, dikarenakan yang dilayani oleh Hukum Pajak Formal Hanya satu. Adapun kelemahannya terutama bagi wajib pajak karena akan mempersulit dalam mempelajari dan memahami ketentuan pajak yang bgitu banyak dan beragam. Sedangkan pengaturan seperti yang ada sekarang ini mempunyai kelebihan yakni lebih sederhana dan memudahkan untuk dipelajari dan dipahami, tetapi kelemahannya sulit untuk menyesuaikan dengan ketentuan Hkum Pajak Material yang banyak dan memiliki karakteristik yang beragam, sehingga ketentuan Hukum Pajak Formal itu bersifat ketentuan umum dimana dalam undang-undang pajak material juga disisipkan ketentuan Hukum Pajak Formal tertentu yang merupakan ketentuan khusus. Misal undang-undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan undang-undang tentang Bea Materai.
4.2 Hukum Pajak Formal
Hukum pajak formal memuat ketentuan-ketentuan yang mendukung ketentuan hukum pajak material, yang diperlukan untuk melaksanakan/ merealisasikan ketentuan hukum material. Hukum pajak formil dimaksudkan untuk memberi perlindungan pada fiskus dan Wajib Pajak, serta memberi jaminan bahwa hukum pajak materiilnya dapat dilaksanakan sesegera mungkin. Hal-hal yang digolongkan dalam ketentuan hukum formal yang diatur Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan antara lain mengatur mengenai:
1 Surat pemberitahuan (baik masa maupun tahunan),
2 Surat Setoran Pajak,
3 Surat ketetapan pajak (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Nihil )
4 Surat Tagihan,
5 Pembukuan dan pemeriksaan,
6 Penyidikan,
7 Surat Paksa,
8 Keberatan dan Banding,
9 Sanksi administratif, sanksi pidana, dll.
Hal-hal yang digolongkan dalam ketentuan hukum formal yang diatur dalam Undang-undang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang telah diubah dengan Badan Peradilan Pajak antara lain mengatur mengenai:
1 Sengketa Pajak
2 Banding dan Gugatan
3 Susunan Badan Peradilan Pajak
4 Hukum Acara
5 Pembuktian
6 Pelaksanaan putusan, dll.
Hal-hal yang digolongkan dalam ketentuan hukum formal yang diatur dalam Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa antara lain mengatur mengenai: (Erly Suandy:2002)
1 Penagihan pajak
2 Juru sita pajak
3 Penagihan seketika dan sekaligus
4 Surat paksa
5 Penyitaany
6 Lelang
7 Pencegahan dan penyanderaan
8 Gugatan,dll
5. Kedudukan Hukum Pajak dalam Tatanan Hukum Nasional
Kedudukan dan hubungan hukum pajak dalam tatanan hukum nasional dapat dijelaskan dalam bagan 1 berikut:
Dalam bagan tersebut dijelaskan bahwa hukum dibagi menjadi 2 yaitu hukum perdata dan hukum publik. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang pribadi yang satu dengan yang lain. Sedangkan hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan rakyatnya. Menurut R. Santoso Brotodiharjo yang termasuk hukum publik adalah hukum tata negara, hukum administrasi (tata usaha), hukum pajak, dan hukum pidana. Meskipun demikian tidak berarti hukum pajak dapat berdiri sendiri terlepas dari hukum pajak lainnya (Seperti hukum pidana dan hukum perdata). Oleh karena itu berikut ini akan disajikan hubungan hukum pajak dengan hukum pidana dan hukum perdata.
5.1. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata
Hukum perdata adalah bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antara orang-orang pribadi, dengan hukum pajak banyak sekali sangkut pautnya. Hal ini karena dalam relasinya hukum pajak banyak mencari dasar kemungkinan pemunggutannya atas kejadian-kejadian dan perbuatan hukum yang bergerak dalam bidang perdata, seperti pendapatan, kekayaan, perjanjian penyerahan, pemindahan hak karena warisan, dan sebagainya. Sebaliknya pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata besar pula sebagai akibat dari ketentuan bahwa lex specialis derogate lex generalis, yang berarti dalam suatu penafsiran tentang suatu kejadian pertama-tama akan didahulukan peraturan khusus, kemudian baru melihat peraturan yang umum.
5.2 Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana
Hukum pidana yang merupakan bagian dari hukum publik yang merupakan hubungan yang terjadi antara masyarakat dengan pemerintah, yang berkaitan dengan masalah tindak pidana. Contoh termudah menyebutkan adanya sanksi pidana terhadap wajib pajak yang melanggar ketentuan di bidang perpajakan. Misalnya terhadap wajib pajak yang memindahtangankan atau merusak barang yang telah disita karena tidak melunasi utang pajaknya akan diancam pasal 23 KUH Pidana.
Hukum Pajak yang merupakan bagian dari hukum publik, khususnya termasuk lingkungan Hukum administrasi (negara). Hukum Administrasi adalah Hukum yang mengatur mengenai Pemerintah beserta aparaturnya yang terpenting yakni Administrasi Negara
  1. Perlawanan terhadap pajak
Perlawanan tehadap pajak adalah hambatan-hambatan yang ada atau terjadi dalam upaya pemungutan pajak. Perlawanan pajak dibedakan menjadi dua bagian:
1. Perlawanan Pasif
Hal ini berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat di negara bersangkutan. Pada umumnya masyarakat tidak melakukan suatu upaya yang sistematis dalam rangka menghambat penerimaan negara, tetapi lebih dikarenakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
Contoh: kebiasaan masyarakat desa`yang menyimpan uang dirumah atau dibelikan emas bukanlah menghindari Pajak Penghasilan dari bunga tetapi karena belum terbiasa dengan perbankan.
Perlawanan pasif dapat disebabkan antar lain:
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan Aktif
Hal ini merupakan serangkaian usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk tidak membayar pajak atau mengurangi jumlah pajak yang seharusnya dibayar.
Perlawanan ini dibagi menjadi:
a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Adalah suatu usaha pengurangan secara legal yang dilakukan dengan cara memanfaatkan ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan secara optimal, seperti pengecualian dan pemotongan-pemotongan yang diperkenankan maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dan kelemahan-kelemahan yang ada dalam peraturan perpajakan yang berlaku.
b. Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Adalah pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar peraturan perpajakan, seperti memberikan data-data palsu atau menyembunyikan data. Dengan demikian dapat dikenai sanksi pidana.
c. Melalaikan Pajak
Hal ini dilakukan dengan tidak memenuhi kewajiban-kewajiban formal yang menjadi tanggung jawab Wajib Pajak. Wajib Pajak yang diserahi tanggung jawab untuk secara aktif mengambil dan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) berkait dengan penerapan sistem self assesment, tidak melakukan kewajiban tersebut sehinggan pajak menjadi tidak dapat dipungut sebagaiman mestinya. Hal itu dapat juga terjadi dengan tidak dibayarnya pajak yang terutang.
Perlawanan tehadap pajak adalah hambatan-hambatan yang ada atau terjadi dalam upaya pemungutan pajak. Perlawanan pajak dibedakan menjadi dua bagian:
3. Perlawanan Pasif
Hal ini berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat di negara bersangkutan. Pada umumnya masyarakat tidak melakukan suatu upaya yang sistematis dalam rangka menghambat penerimaan negara, tetapi lebih dikarenakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
Contoh: kebiasaan masyarakat desa`yang menyimpan uang dirumah atau dibelikan emas bukanlah menghindari Pajak Penghasilan dari bunga tetapi karena belum terbiasa dengan perbankan.
Perlawanan pasif dapat disebabkan antar lain:
d. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
e. Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat.
f. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
4. Perlawanan Aktif
Hal ini merupakan serangkaian usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk tidak membayar pajak atau mengurangi jumlah pajak yang seharusnya dibayar.
Perlawanan ini dibagi menjadi:
d. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Adalah suatu usaha pengurangan secara legal yang dilakukan dengan cara memanfaatkan ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan secara optimal, seperti pengecualian dan pemotongan-pemotongan yang diperkenankan maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dan kelemahan-kelemahan yang ada dalam peraturan perpajakan yang berlaku.
e. Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Adalah pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar peraturan perpajakan, seperti memberikan data-data palsu atau menyembunyikan data. Dengan demikian dapat dikenai sanksi pidana.
f. Melalaikan Pajak
Hal ini dilakukan dengan tidak memenuhi kewajiban-kewajiban formal yang menjadi tanggung jawab Wajib Pajak. Wajib Pajak yang diserahi tanggung jawab untuk secara aktif mengambil dan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) berkait dengan penerapan sistem self assesment, tidak melakukan kewajiban tersebut sehinggan pajak menjadi tidak dapat dipungut sebagaiman mestinya. Hal itu dapat juga terjadi dengan tidak dibayarnya pajak yang terutang.
Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan atau keharusan melaksanakannya.Kita sebagai masyarakat yang tinggal disuatu negara mempunyai kewajiban sebagai warga negara.Berikut ini adalah kewajiban sebagai warga negara:
1. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh.
Terdapat pada Pasal 30 (1) UUD 1945 menyatakan keewajiban dan hak setiap warga negara untuk ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan ayat (2) menyatakan bahwa pengaturannya lebih lanjut dilakukan dengan undang-undang. Undang-undang yang dimaksudkan adalah UU No. 20 tahun 1982.
2. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda).
Walaupun sudah banyak berita tentang pegawai pajak yang korupsi,kita tetap mempunyai kewajiban membayar pajak untuk membangun infrastruktur di negara ini.
3. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya.
4. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara indonesia.
Kita wajib taat kepada hukum yang berlaku agar penegakan hukum di negeri ini dapat berjalan dengan lancar.
5. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.
Sebagai warga negara yang baik,kita wajib membantu pemerintah untuk membangun negeri ini agar negeri ini menjadi lebih baik dar senelumnya.


Hukum Perpajakan, Teori Pemungutan Pajak

PENDAHULUAN
Tujuan daripada hukum pajak adalah mengabdi kepada keadilan,dalam hal ini sesuai dengan tujuan pemungutan pajak pada umumnya.Asas keadilan ini harus dipegang teguh, baik dalam prinsip mengenai perundang-undangannya, maupun dalam  prakteknya sehari-hari.
Hal ini merupakan sendi pokok yang harus diperhatikan oleh negara dalam melakukan pemungutan pajak.[1] Keadilan adalah sesuatu yang sangat relatif , yang dulu dianggap adil sekarang tidak, demikian halnya ataupun sebaliknya.
Mencari keadilan dalam masalah pemungutan pajak timbullah berbagai pendapat dan teori,sebagai hasil pemikiran sarjana-sarjana barat, untuk membenarkan serta memberikan dasar hukum pada pemungutan pajak dan meyakinkan bahwa pemungutan pajak itu adalah “ halal” , jangan dipandang sebagai suatu rampasan yang sewenang-wenang.[2] Akan tetapi problematika dikalangan para sarjana mempertanyakan , atas dasar apakah negara dibenarkan memungut pajak dari rakyat?
Maka dalam hal ini, kami akan sedikit menguraikan tentang teori-teori yang diberikan atas dasar pembenaran (Justification), yakni hak dari negara untuk memungut pajak dari rakyatnya.
B. RUMUSAN MASALAH
·         Teori Asuransi
·         Teori Kepentingan
·         Teori Daya Pikul
·         Teori Kewajiban Mutlak
·         Teori Daya Beli
·         Teori Kedaulatan Negara
·         Teori Perjanjian

C.    PEMBAHASAN
1.Teori Asuransi
Asuransi sebagai salah satu teori pemungutan pajak , suatu negara dalam melaksanakan tugasnya, mencakup pula tugasnya untuk melindungi jiwa raga dan harta benda perindividu.Oleh karena itu , negara diibaratkan dengan perusahaan asuransi.Maka keselamatan dan keamanan jiwanya dilindungi oleh negara.[3]Dalam asuransi yang wajib dibayarkan adalah premi,sedangkan dalam suatu negara yang wajib dibayarkan oleh masing – masing individu adalah pajak.Teori asuransi ini sebagai teori pemungutan pajak sudah tidak lagi  digunakan, apabila premi diartikan sama dengan pajak. kurang tepat, karena premi dalam teori ini seharusnya sama dengan retribusi yang kontra-prestasinya dapat dirasakan secara langsung oleh pemberi premi.Sedangkan pajak,konra-prestasinya tidak dapat dirasakan secara langsung,sebagaimana pengertian dari pajak sendiri.
2.Teori Kepentingan
Menurut Teori ini, pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan individu, yang diperoleh dari pekerjaan negara.[4]Semakin banyak individu mengeyam atau menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah , makin besar pula pajaknya.Walaupun teori ini masih berlaku pada retribusi,akan tetapi sulit untuk dipertahankan,karena seseorang yang miskin dan pengangguran yang banyak memperoleh bantuan dari pemerintah dan menikmati banyak sekali jasa dari pekerjaan negara ,justru mereka malah enggan membayar pajak.
3.Teori Daya Pikul
Teori ini mengemukakan bahwa semua orang dalam pembebanan pajak harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayarkan sesuai dengan daya pikul masing – masing individu. Definisi dari daya pikul berbeda – beda, akan tetapi substansinya sama,menurut Prof.W.J de langen yaitubesarnya kekuatan seseorang untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi- tingginya,setelah dikurangi dengan yang mutlak kebutuhan primer ( biaya hidup yan sangat mendasar ). Menurut Mr.A.J. Cohan Stuat adalah daya pikul itu diumpakan sebuah jembatan, yang pertama–tama harus dapat memikul bobotnya sendiri sebelum dicoba untuk dibebani dengan beban yang lain. Dalam hal ini, untuk mengukur daya pikul digunakan dua pendekatan yaitu :[5]
Ø  Unsur obyektif, yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
Ø  Unsur subyektif, yaitu dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
4. Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti
 Teori ini didasari paham organisasi Negara ( organische staatsleer ) yang mengajarkan bahwa Negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk  menyelenggarakan kepentingan umum. Negara harus mengambil tindakan atau keputusan yang diperlukan termasuk keputusan dibidang pajak.Menurut sifat ini maka Negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajakdan rakyat harus membayar pajak sebagai tanda baktinya.
5. Teori Daya Beli
Teori ini menekankan bahwa pembayaran pajak yang dilakukan kepada Negara.yang dimaksudkan untuk memelihara masyarakat pada negara yang bersangkutan. Menurut Wirawan B.Ilyas dan Richard Burton, teori ini memiliki sifat yang universal dan berlaku diseluruh dunia. Karena memungut pajak berarti menarik daya beli rumah tangga masyarakat untuk negara. Dengan kata lain, kemaslahatan suatu masyarakat akan tetap terjamin dengan adanya pembayaran pajak berdasarkan teori gaya beli ini.
6. Teori Kedaulatan Negara
Teori ini juga sebagai reaksi dari kedaulatan rakyat, tetapi melangsungkan teori kedaulatan raja dalam suasana kedaulatan rakyat. Menurut paham ini, negaralah sumber dalam negara. Dari itu negara (dalam arti government=pemerintah) dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap life, liberty dan property dari warganya. Warga negara bersama-sama hak miliknya tersebut, dapat dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara. Mereka taat kepada hukum tidak karena suatu perjanjian tapi karena itu adalah kehendak negara.
Hal ini terutama diajarkan oleh madzhab Deutsche Publizisten Schule, yang memberikan konstruksi pada kekuasaan raja Jerman yang mutlak, pada suasana teori kedaulatan rakyat. Kuatnya kedudukan raja karena mendapat dukungan yang besar dari 3 golongan yaitu:
1. Armee (angkatan perang).
2. Junkertum (golongan idustrialis).
3. Golongan Birokrasi ( staf pegawai negara).
Sehingga praktis rakyat tidak mempunyai kewenangan apa-apa dan tidak memiliki kedaulatan. Oleh karena itu menurut sarjana-sarjana D.P.S kedaulatan bulat pada rakyat. Tetapi wewenang tertinggi tersebut berada pada negara. Sebenarnya negara hanyalah alat, bukan yang memiliki kedaulatan. Jadi ajaran kedaulatan negara ini adalah penjelamaan baru dari kedaulatan raja. Karena pelaksanaan kedaulatan adalah negara, dan negara adalah abstrak maka kedaulatan ada pada raja.
7. Teori Perjanjian
            Perjanjian adalah peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
            Melalui perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Dengan kata lain, para pihak terkait untuk mematuhi perjanjian yang telah mereka buat tersebut. Dalam hal ini fungsi perjanjian sama dengan perundang-undangan, tetapi hanya berlaku khusus untuk para pembuatnya saja. Secara hukum, perjanjian dapat dipaksakan berlaku melalui pengadilan. Hukum memberikan sanksi pelaku pelanggaran perjanjian atau ingkar janji (wanprestasi).

D.    PENUTUP
Demikainlah yang dapat kami sampaikan. Sebagai manusia biasa pasti dari yang telah kami sampaikan masih banyak kekurangan dan banyak kesalahan yang belum kami ketahui. Karena itu kami berharap kepada teman-teman sekalian agar dapat membantu kami untuk perbaikan makalah-makalah kami yang selanjutnya, karena dari hal yang kecil lama kelamaan akan menjadi sesuatu yang besar.
Semoga makalah ini dapat sedikit menambah pengetahuan kita dan bermanfaat bagi kehidupan kita, saat ini, esok, dan seterusnya. Amin...