Jumat, 17 Februari 2012

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menegaskan, anak-anak yang lahir di luar pernikahan resmi tetap mempunyai hubungan darah dan hubungan perdata dengan ayah mereka. Artinya, ayah tetap harus bertanggung jawab atas kesejahteraan anak itu.

Sebelum ada putusan MK mengenai UU Perkawinan, anak-anak yang lahir di luar pernikahan resmi tidak diakui. Dengan adanya putusan ini, kata Mahfud, para ayah harus bertanggung jawab atas anak yang lahir dari hubungan haram atau perzinaan sekalipun. "Hal ini sesuai dengan UU Kewarganegaraan menyangkut HAM," katanya.
Mahfud menilai putusan MK ini sangat penting dan revolusioner. Sejak MK mengetok palu, semua anak yang lahir di luar perkawinan resmi, mempunyai hubungan darah dan perdata dengan ayah mereka. Di luar pernikahan resmi yang dimaksud Mahfud ini termasuk kawin siri, perselingkuhan, dan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau samen leven.
Sebelumnya, Mahfud menegaskan pemohon uji materiil, Machica Mochtar, merupakan istri sah dari Moerdiono yang dibuktikan keberadaan saksi. Tapi, hubungan itu tidak diakui keluarga sang suami. Machica, kata Mahfud, menilai UU Perkawinan itu menyatakan bahwa hak-hak anak bisa timbul sesudah ada akta nikah. Tapi Machica tidak memiliki itu.

Mahfud menyebut banyak contoh lain selain Machica di negeri ini. "Banyak kiai-kiai dari pesantren-pesantren di Jawa Timur rata-rata menikah tanpa akta nikah."
Bahkan, beberapa dari mereka juga meminta agar UU Perkawinan dibatalkan. "Karena banyak anak mau sekolah ditanya siapa bapaknya. Dalam akta kelahirannya itu perlu disebut siapa bapaknya," kata Mahfud.

Seperti diketahui, MK mengabulkan sebagian permohonan Machica, hari ini.

MK menyatakan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945. Pasal ini berbunyi, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.” (umi)


KPAI: Tidak Ada Anak Haram



Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berimplikasi ayah biologis harus bertanggung jawab atas anak di luar nikah. Wakil Ketua KPAI, Asrorun Ni'am Sholeh menegaskan dalam kasus tersebut tidak ada anak haram namun yang haram adalah hubungan orang tua tanpa pernikahan.

"Hubungan yang tidak sah memang dilarang karena berdampak pada kepentingan anak. Maka hubungan pernikahan yang tidak sah melanggar prinsip perlindungan anak karena berpotensi membuat anak itu telantar," kata Asrorun Niam di Jakarta, Jumat, 17 Februari 2012.

Ni'am menjelaskan hubungan di luar pernikahan rentan terhadap penelantaran anak. Sebab,  hal itu mengakibatkan banyak orang tua yang tidak mengakui anak hasil hubungan mereka.

"Bukan berarti kalau tidak sah bukan berarti tanggung jawab ayah biologis dilepas tetapi harus dipenuhi tanggung jawabnya," ujarnya.

Ni'am menegaskan, dalam kacamata hukum, harus dibedakan hubungan hukum antar orang tua dengan hubungan hukum orang tua dengan anak. "Hubungan suami istri yang sah dengan yang tidak sah harus dibedakan. Terlepas anak itu dihasilkan dari hubungan yang sah atau tidak, yang namanya hak anak harus terpenuhi," katanya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan mengabulkan sebagian gugatan uji materi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang diajukan Machicha Mochtar. Sebelumnya, Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan mengatur “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya."

Kemudian putusan MK pada Jumat 17 Februari ini mengatur, pemaknaan pasal itu diperluas menjadi "Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya." (eh)

Pakar: Putusan MK Lindungi Anak Luar Nikah

Pakar Hukum Islam Universitas Gadjah Mada, Abdul Gofur, melihat putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memiliki perspektif perlindungan anak. Namun Gofur melihat, putusan ini juga bisa mengafirmasi kemerosotan moral.

"Bisa disalahgunakan untuk mengafirmasi ada kemerosotan moral karena banyak anak yang dilahirkan di luar pernikahan," kata Gofur saat dihubungi VIVAnews, Jumat 17 Februari 2012.

Namun, Gofur melihat MK memutuskan seperti bukan untuk tujuan membenarkan kemerosotan itu, melainkan untuk melindungi hak anak-anak di luar pernikahan. "Anak-anak itu dilahirkan tanpa dosa," kata Gofur.

Dengan adanya hak mencantumkan nama ayah dalam akta kelahiran, anak-anak itu akan mendapatkan hak yang lebih dari sekadar yang diatur sebelumnya. Sebelumnya, Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan mengatur “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya."

Kemudian putusan MK pada Jumat 17 Februari ini mengatur, pemaknaan pasal itu diperluas menjadi "Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya."

Gofur menjelaskan, sebelum ada putusan MK ini, sebenarnya sudah ada pedoman dibuat Mahkamah Agung dan yurisprudensi putusan pengadilan agama. Anak-anak luar nikah bisa mendapatkan pengakuan dari ayah dan ibu kandungnya melalui mekanisme istilaq atau deklarasi pengakuan anak.

Juga, Kompilasi Hukum Islam (KHI), menurut Gofur, juga mengatur mekanisme pernikahan saat hamil. "Jika ada orang telah hamil dan ada laki-laki bertanggung jawab menikahinya saat itu, maka tak perlu menikah ulang setelah melahirkan," kata Gofur.

Anak di Luar Nikah Kini Absah Berayah

Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan putusan penting. Kini, anak yang dilahirkan di luar pernikahan tidak hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu, tapi juga dengan ayah. Dengan putusan ini, maka sang ayah juga harus ikut bertanggung jawab atas kesejahteraan anak itu.
"Ini putusan yang sangat penting dan revolusioner," kata Ketua MK Mahfud MD di Jakarta, Jumat 17 Februari 2012.

Majelis Konstitusi mengabulkan permohonan uji materiil atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Mahkamah menyatakan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan yang menyatakan "anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya" bertentangan dengan UUD 1945.

Mahkamah menyatakan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata anak dengan laki-laki yang dapat dibuktikan--berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti lain yang sah menurut hukum--ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.

Mahkamah menetapkan seharusnya ayat tersebut berbunyi, "Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya."

Mahfud menyatakan putusan ini akan berlaku sejak MK mengetok palu. Artinya, sejak Jumat pagi, 17 Februari 2012, semua anak yang lahir di luar perkawinan resmi, mempunyai hubungan darah dan perdata dengan ayah mereka. Yang dimaksud "di luar pernikahan resmi" itu termasuk kawin siri, perselingkuhan, dan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau samen leven.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh pedangdut Machica Mochtar. Machica beralasan akibat Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan itu, anak laki-lakinya yang berusia 14 tahun tidak bisa mencantumkan nama ayah biologisnya dalam akta kelahiran. Ayah dimaksud adalah almarhum Moerdiono, Menteri Sekretaris Negara di era Presiden Soeharto.

Mahfud menegaskan, dengan putusan ini, maka anak Machica secara hukum merupakan anak sah dari Moerdiono.

Hakim Konstitusi Akil Mochtar menyatakan putusan ini untuk melindungi anak yang dilahirkan di luar pernikahan. "Undang-undang semula bilang anak yang kawinnya tidak dicatat, dianggap tidak sah dan hanya mempunyai hubungan dengan ibunya. Oleh putusan MK, itu diakui anak bapaknya dan jaminan hukumnya pasti. Walau tidak ada ikatan perkawinan pun tetap diakui sebagai anak yang mempunyai hubungan dengan bapaknya," kata Akil.

Machica dan Moerdiono menikah secara siri pada 20 Desember 1993 dengan wali nikah almarhum H. Mochtar Ibrahim. Pernikahan itu disaksikan dua saksi, yakni almarhum KH M. Yusuf Usman dan Risman, dengan mahar berupa seperangkat alat salat, uang 2.000 riyal (mata uang Arab), satu set perhiasan emas, berlian dibayar tunai, dan dengan ijab yang diucapkan oleh wali tersebut dan qobul diucapkan oleh Moerdiono.

Usai menghadiri sidang putusan di Gedung MK, Machica mengucap syukur, "Selama ini ada yang mengganjal. Tetapi, alhamdulillah, doa-doa saya diterima oleh Allah SWT."

Machica menyatakan dengan putusan ini masa depan putranya menjadi lebih jelas. "Masa depan dan pendidikan anak saya lebih jelas. Masalah rejeki, hidup, dan mati itu kan Allah yang menentukan. Tetapi, sebagai orangtua saya harus bertanggung jawab untuk memberikan yang terbaik untuk anak saya," ujarnya.

Dia selanjutnya akan membicarakan implikasi dari putusan ini dengan keluarga almarhum Moerdiono, termasuk masalah akta kelahiran. "Pasti kami akan membicarakannya dengan pengacara saya. Setelah pulang dari Bangka Belitung saya akan menghubungi anak-anak Pak Moer," kata dia.

Meski demikian, permohonan uji materiil Machica yang lain atas Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan yang berbunyi "tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku", tidak dikabulkan Mahkamah.

Dalam permohonan uji materiilnya, Machica menilai bahwa pernikahannya dengan Moerdiono sebenarnya telah sah berdasarkan rukun nikah dan norma agama Islam, tapi dinyatakan tidak sah menurut norma hukum karena semata tidak tercatat menurut Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan. Akibat pemberlakuan norma hukum ini, status hukum anak Machica jadi dianggap anak di luar nikah.

Namun, dengan demikian apakah Machica dapat menggunakan putusan ini untuk mencantumkan nama Moerdiono dalam akta kelahiran anaknya?
"Ya, apapun yang mau diminta, kasih lah. Apalagi bapaknya sudah meninggal. Yang penting, anaknya kan ada kepastian hukum. Masak bin-nya hanya sama ibunya, padahal kan bikinnya sama-sama," kata Hakim Konstitusi, Akil Mochtar.

Pertimbangan MK


Dalam pertimbangannya, Majelis Konstitusi menilai hubungan hukum anak dengan ayahnya tidak semata-mata didasarkan pada adanya ikatan perkawinan. Itu juga dapat didasarkan pada pembuktian adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut.

Dengan demikian, terlepas dari soal prosedur dan administrasi perkawinan, anak yang dilahirkan harus mendapat perlindungan hukum. Jika tidak demikian, maka yang dirugikan adalah anak yang bersangkutan, padahal dia tidak bersalah karena kelahirannya itu adalah di di luar kehendaknya.

Anak yang dilahirkan tanpa status ayah yang jelas seringkali mendapat stigma dan perlakuan yang tidak adil. MK berpendapat hukum harus memberi perlindungan dan perlakuan adil, termasuk terhadap anak yang keabsahan perkawinan orangtua mereka masih dipersengketakan.

MK juga menilai makna pentingnya kewajiban pencatatan perkawinan tersebut dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, dari perspektif negara, pencatatan diwajibkan dalam rangka fungsi negara memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terhadap yang bersangkutan.

Kemerosotan moral?

Wakil Menteri Agama Nazaruddin Umar mengatakan siap menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang Perkawinan. "Kami tunduk pada putusan MK," katanya.

Menurut Nazaruddin, dampak dari putusan MK tersebut secara kongkret adalah setiap anak yang sebelumnya ditetapkan tidak bisa memiliki akte kelahiran karena orangtuanya tidak mempunyai surat nikah, sekarang bisa memilikinya.
"Saya pelajari dulu putusannya formalnya. Nanti baru diterapkan," ujarnya.

Putusan MK ini diapresiasi oleh Pakar Hukum Islam Universitas Gadjah Mada, Abdul Gofur. Dia melihat putusan ini dilandasi perspektif perlindungan anak. Namun, di sisi lain, dia berpendapat putusan ini "bisa disalahgunakan untuk mengafirmasi ada kemerosotan moral karena banyak anak yang dilahirkan di luar pernikahan".

Meski demikian, Gofur menegaskan MK menetapkan putusan itu dilandasi tujuan untuk melindungi hak anak-anak di luar nikah. "Anak-anak itu dilahirkan tanpa dosa," katanya.

Setelah mendapat hak mencantumkan nama ayah dalam akta kelahiran mereka, anak-anak ini akan mendapatkan hak yang lebih dari yang diatur sebelumnya.

Gofur menjelaskan, sebelum ada putusan MK ini, sebenarnya sudah ada pedoman yang dibuat Mahkamah Agung dan yurisprudensi putusan pengadilan agama. Anak-anak luar nikah bisa mendapatkan pengakuan dari ayah dan ibu kandungnya melalui mekanisme istilaq atau deklarasi pengakuan anak.

Selain itu, dia menjelaskan bahwa Kompilasi Hukum Islam juga mengatur mekanisme pernikahan saat hamil. "Jika ada orang telah hamil dan ada laki-laki bertanggung jawab menikahinya saat itu, maka tak perlu menikah ulang setelah melahirkan," katanya.

Putusan MK ini juga didukung penuh oleh anggota Komisi III yang membidangi hukum, Ruhut Sitompul. "Keputusan ini harus dipatuhi karena telah melalui proses pengujian oleh MK," kata politisi Demokrat ini, dengan nada menegaskan. (kd)

Rabu, 08 Februari 2012

PayPal Membuktikan Betapa Terbelakangnya Perbankan Kita

Bagi sebagian orang, jasa akun perbankan elektronik PayPal sudah tidak asing lagi. Namun, banyak orang bisa jadi belum pernah dengar. Tragisnya, pihak perbankan kita justru termasuk golongan yang kedua.
Buat mereka, membicarakan PayPal seperti membicarakan kemungkinan hidup di Mars.

Saya punya kisah soal ini. Biasanya, terkait transaksi dengan mitra di luar negeri, saya menggunakan kartu kredit dan akun bank lokal sebagai sarana. Belakangan, saya mencoba akun PayPal untuk mengurangi risiko mengumbar nomor kartu kredit ke banyak vendor. Sekaligus untuk mempermudah dan mempercepat penerimaan dana dari mitra di luar negeri.

Untuk meyakinkan keabsahan PayPal, saya coba bertanya ke Bank Indonesia melalui email. Jawabannya melegakan: cukup aman, dengan indikasi penerbit kartu kredit berkelas internasional seperti Visa dan MasterCard bisa menerima transaksi lewat akun tersebut. Selain itu, sudah banyak perusahaan multinasional yang menggunakannya, tak terkecuali Yahoo!.

Akhirnya, dengan yakin, saya membuka akun di PayPal — perusahaan yang berdiri pada tahun 1998 — dan menjadikannya rekening penerimaan untuk dana dari mitra di luar negeri. Ketika ada dana masuk, ternyata masih ada satu pertanyaan tersisa. Bagaimana cara saya mencairkan dananya?

Saya bertanya ke bank lokal tempat saya memiliki rekening: Mandiri dan CIMB Niaga (yang berkelas internasional). Jawaban yang saya terima sungguh mengejutkan: “Tidak bisa!”

Pakai tanda seru, karena para penyedia jasa transaksi keuangan itu begitu yakin, dana di PayPal itu tidak bisa dikirim ke rekening bank yang mereka kelola. Waduh!

Kiriman dana yang sudah saya terima, akhirnya tetap tersangkut di rekening PayPal — yang saya buka dengan setoran minimum $ 1,95.

Ada satu kendala ketika ingin mencairkan, yaitu saya tidak menemukan kode bank (bank code), yang diminta pada salah satu kolom untuk menarik dana (withdrawal).

Inilah, yang terutama saya tanyakan ke bank. Namun yang saya dapat adalah swift code, berupa rentetan delapan huruf. Sementara yang dimaksud adalah kode bank dengan tujuh angka. Bank Mandiri, bank terbesar di Indonesia dan Bank CIMB Niaga, bank berjejaring internasional milik Malaysia, yang saya hubungi tidak memiliki solusi, kecuali dengan begitu yakin menegaskan: “Tidak bisa, karena kami tidak bekerja sama dengan PayPal.”

Apakah dana sungguh tidak bisa dicairkan dari rekening tersebut? Setelah saya telusuri, ternyata menarik dana dari PayPal ke rekening bank lokal begitu mudah. Kuncinya hanya satu: kita harus membuka situs PayPal dalam bahasa Inggris, jangan bahasa Indonesia.

Seberapa mudah prosedurnya? Inilah langkah singkatnya:

1. Silakan login dan masuk ke Account.
undefined

2. Klik Withdraw.

3. Klik Withdraw Funds to Your Bank Account (kita ingin menarik dana ke bank lokal).



4. Isi formulir. Name on Account (nama di rekening PayPal harus sama persis dengan nama rekening bank lokal); Bank Name (yang menerbitkan rekening kita), Bank Code (kode bank).

5. Klik tulisan What’s This? di samping kolom yang harus diisi, dan daftar kode sejumlah bank pun akan muncul. Ini hanya perlu dilakukan ketika kali pertama, sebab untuk selanjutnya PayPal akan merekam kode bank. Jadi kita tinggal memasukkan nilai dana yang hendak ditransfer. Bila Anda ingin mengirim ke rekening bank berbeda, jangan lupa mengganti kode bank terlebih dahulu.



6.  Ingat, ketika akun PayPal dibuka dalam versi bahasa Indonesia, tidak akan keluar kode bank.

7. Setelah itu tinggal klik Continue.

Selesai. PayPal akan mengirim email sebagai pemberitahuan bahwa proses yang kita minta sudah dijalankan, sekaligus memberitahu bahwa dana akan masuk paling telat empat hari kerja. Pengalaman pribadi saya, cukup tiga hari kerja.

Demikian mudah. Entah apa yang terjadi dengan bank-bank besar beraset triliunan rupiah di Indonesia seperti yang saya hubungi itu. Mereka dengan mudahnya menjawab: “Tidak bisa!”

Ini mirip kalimat iklan sebuah partai politik, “Katakan tidak pada korupsi!” yang diteriakkan secara tegas dan yakin. Tapi belakangan kalau diingat-ingat justru menggelikan.

Herry Gunawan adalah mantan wartawan dan konsultan, kini sebagai penulis dan pendiri situs inspiratif: http://plasadana.com