Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan putusan penting. Kini, anak yang
dilahirkan di luar pernikahan tidak hanya memiliki hubungan perdata
dengan ibu, tapi juga dengan ayah. Dengan putusan ini, maka sang ayah
juga harus ikut bertanggung jawab atas kesejahteraan anak itu.
"Ini putusan yang sangat penting dan revolusioner," kata Ketua MK Mahfud MD di Jakarta, Jumat 17 Februari 2012.
Majelis
Konstitusi mengabulkan permohonan uji materiil atas UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Mahkamah menyatakan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan
yang menyatakan "anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya"
bertentangan dengan UUD 1945.
Mahkamah menyatakan Pasal 43 ayat
(1) UU Perkawinan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang
dimaknai menghilangkan hubungan perdata anak dengan laki-laki yang dapat
dibuktikan--berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti
lain yang sah menurut hukum--ternyata mempunyai hubungan darah sebagai
ayahnya.
Mahkamah menetapkan seharusnya ayat tersebut berbunyi,
"Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya
serta dengan laki-laki sebagai
ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi
dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah,
termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya."
Mahfud
menyatakan putusan ini akan berlaku sejak MK mengetok palu. Artinya,
sejak Jumat pagi, 17 Februari 2012, semua anak yang lahir di luar
perkawinan resmi, mempunyai hubungan darah dan perdata dengan ayah
mereka. Yang dimaksud "di luar pernikahan resmi" itu termasuk kawin
siri, perselingkuhan, dan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau
samen leven.
Permohonan
uji materi ini diajukan oleh pedangdut Machica Mochtar. Machica
beralasan akibat Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan itu, anak laki-lakinya
yang berusia 14 tahun tidak bisa mencantumkan nama ayah biologisnya
dalam akta kelahiran. Ayah dimaksud adalah almarhum Moerdiono, Menteri
Sekretaris Negara di era Presiden Soeharto.
Mahfud menegaskan, dengan putusan ini, maka anak Machica secara hukum merupakan anak sah dari Moerdiono.
Hakim
Konstitusi Akil Mochtar menyatakan putusan ini untuk melindungi anak
yang dilahirkan di luar pernikahan. "Undang-undang semula bilang anak
yang kawinnya tidak dicatat, dianggap tidak sah dan hanya mempunyai
hubungan dengan ibunya. Oleh putusan MK, itu diakui anak bapaknya dan
jaminan hukumnya pasti. Walau tidak ada ikatan perkawinan pun tetap
diakui sebagai anak yang mempunyai hubungan dengan bapaknya," kata Akil.
Machica
dan Moerdiono menikah secara siri pada 20 Desember 1993 dengan wali
nikah almarhum H. Mochtar Ibrahim. Pernikahan itu disaksikan dua saksi,
yakni almarhum KH M. Yusuf Usman dan Risman, dengan mahar berupa
seperangkat alat salat, uang 2.000 riyal (mata uang Arab), satu set
perhiasan emas, berlian dibayar tunai, dan dengan
ijab yang diucapkan oleh wali tersebut dan
qobul diucapkan oleh Moerdiono.
Usai menghadiri sidang putusan di Gedung MK, Machica mengucap syukur, "Selama ini ada yang mengganjal. Tetapi,
alhamdulillah, doa-doa saya diterima oleh Allah SWT."
Machica
menyatakan dengan putusan ini masa depan putranya menjadi lebih jelas.
"Masa depan dan pendidikan anak saya lebih jelas. Masalah rejeki, hidup,
dan mati itu
kan Allah yang menentukan. Tetapi, sebagai orangtua saya harus bertanggung jawab untuk memberikan yang terbaik untuk anak saya," ujarnya.
Dia
selanjutnya akan membicarakan implikasi dari putusan ini dengan
keluarga almarhum Moerdiono, termasuk masalah akta kelahiran. "Pasti
kami akan membicarakannya dengan pengacara saya. Setelah pulang dari
Bangka Belitung saya akan menghubungi anak-anak Pak Moer," kata dia.
Meski
demikian, permohonan uji materiil Machica yang lain atas Pasal 2 ayat
(2) UU Perkawinan yang berbunyi "tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku", tidak dikabulkan Mahkamah.
Dalam
permohonan uji materiilnya, Machica menilai bahwa pernikahannya dengan
Moerdiono sebenarnya telah sah berdasarkan rukun nikah dan norma agama
Islam, tapi dinyatakan tidak sah menurut norma hukum karena semata tidak
tercatat menurut Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan. Akibat pemberlakuan
norma hukum ini, status hukum anak Machica jadi dianggap anak di luar
nikah.
Namun, dengan demikian apakah Machica dapat menggunakan
putusan ini untuk mencantumkan nama Moerdiono dalam akta kelahiran
anaknya?
"Ya, apapun yang mau diminta, kasih lah. Apalagi bapaknya sudah meninggal. Yang penting, anaknya
kan ada kepastian hukum. Masak bin-nya hanya sama ibunya, padahal
kan bikinnya sama-sama," kata Hakim Konstitusi, Akil Mochtar.
Pertimbangan MKDalam
pertimbangannya, Majelis Konstitusi menilai hubungan hukum anak dengan
ayahnya tidak semata-mata didasarkan pada adanya ikatan perkawinan. Itu
juga dapat didasarkan pada pembuktian adanya hubungan darah antara anak
dengan laki-laki tersebut.
Dengan demikian, terlepas dari soal
prosedur dan administrasi perkawinan, anak yang dilahirkan harus
mendapat perlindungan hukum. Jika tidak demikian, maka yang dirugikan
adalah anak yang bersangkutan, padahal dia tidak bersalah karena
kelahirannya itu adalah di di luar kehendaknya.
Anak yang
dilahirkan tanpa status ayah yang jelas seringkali mendapat stigma dan
perlakuan yang tidak adil. MK berpendapat hukum harus memberi
perlindungan dan perlakuan adil, termasuk terhadap anak yang keabsahan
perkawinan orangtua mereka masih dipersengketakan.
MK juga
menilai makna pentingnya kewajiban pencatatan perkawinan tersebut dapat
dilihat dari dua perspektif. Pertama, dari perspektif negara, pencatatan
diwajibkan dalam rangka fungsi negara memberikan perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terhadap yang
bersangkutan.
Kemerosotan moral?Wakil
Menteri Agama Nazaruddin Umar mengatakan siap menjalankan putusan
Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang Perkawinan. "Kami tunduk pada
putusan MK," katanya.
Menurut Nazaruddin, dampak dari putusan MK
tersebut secara kongkret adalah setiap anak yang sebelumnya ditetapkan
tidak bisa memiliki akte kelahiran karena orangtuanya tidak mempunyai
surat nikah, sekarang bisa memilikinya.
"Saya pelajari dulu putusannya formalnya. Nanti baru diterapkan," ujarnya.
Putusan
MK ini diapresiasi oleh Pakar Hukum Islam Universitas Gadjah Mada,
Abdul Gofur. Dia melihat putusan ini dilandasi perspektif perlindungan
anak. Namun, di sisi lain, dia berpendapat putusan ini "bisa
disalahgunakan untuk mengafirmasi ada kemerosotan moral karena banyak
anak yang dilahirkan di luar pernikahan".
Meski demikian, Gofur
menegaskan MK menetapkan putusan itu dilandasi tujuan untuk melindungi
hak anak-anak di luar nikah. "Anak-anak itu dilahirkan tanpa dosa,"
katanya.
Setelah mendapat hak mencantumkan nama ayah dalam akta
kelahiran mereka, anak-anak ini akan mendapatkan hak yang lebih dari
yang diatur sebelumnya.
Gofur menjelaskan, sebelum ada putusan
MK ini, sebenarnya sudah ada pedoman yang dibuat Mahkamah Agung dan
yurisprudensi putusan pengadilan agama. Anak-anak luar nikah bisa
mendapatkan pengakuan dari ayah dan ibu kandungnya melalui mekanisme
istilaq atau deklarasi pengakuan anak.
Selain
itu, dia menjelaskan bahwa Kompilasi Hukum Islam juga mengatur
mekanisme pernikahan saat hamil. "Jika ada orang telah hamil dan ada
laki-laki bertanggung jawab menikahinya saat itu, maka tak perlu menikah
ulang setelah melahirkan," katanya.
Putusan MK ini juga didukung
penuh oleh anggota Komisi III yang membidangi hukum, Ruhut Sitompul.
"Keputusan ini harus dipatuhi karena telah melalui proses pengujian oleh
MK," kata politisi Demokrat ini, dengan nada menegaskan. (kd)